Saturday, November 14, 2015

BIOGRAFI LAURENT GOUNNELE


Laurent Gounelle


Nama               : Laurent Gounelle
Tanggal lahir   : 10 Agustus 1966

            Dibesar kan di keluarga katolik dan protestan dan merupakan penulis filosofis Prancis. Gounelle mempunyai latar belakang yang multicultural baik dari ayah maupun ibunya. Keluarganya juga pernah tinggal di Vietnam selama lima belas tahun. Ayahnya merupakan seorang professor dan peneliti di bidang psikologi.
Gounelle dibesarkan dengan gaya didik orang tuanya yang kaku (strict). Dia kemudian melakukan aktivitas membaca dan mengamati lingkungan sekitarnya untuk melepaskan diri dari tekanan pendidikan yang dibebankan kepadanya.
Pada umurnya yang ke-17, ia ingin menjadi seorang psikiatris, akan tetapi kemudian dia mengubur mimpinya karena pekerjaan tersebut dikatakan tidak mempunyai masa depan yang cerah.ia kemudian memutuskan masuk di jurusan ilmu ekonomi dan lulus pada tahun 1988. Setelah di lanjutkan ke Universitas Sorbonne dan mejalani magangnya diperusahaan besar, dia merasa shock. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang dia inginkan. « Ce n’est pas la vie que je voulais » katanya.
Dia kemudian mendalami ilmu psikolohgi dan filosofi. Untuk hql tersebut dia berkelana ke Amerika, Eropa dan bahkan Asia. Dan disitulah dia menemukan kebijaksanaannya (sages). Setelah itu, ia bekerja sebagai konsultan selama 15 tahun lamanya. Karya pertamanya  "L'homme qui voulait être heureux" yang terbit pada tahun 2008 merupakan wujud dari keinginannya untuk berbagi pemikirannya tentang hidup dan pencarian arti kebahagiaan yang sebenarnya. Karya tersebut berhasil mendapat titel Best-Seller di Prancis dan telah diterjemahkan kedalam 25 bahasa.
Karya keduanya « Les dieux voyagent toujours incognito » yang terbit pada tahun 2010 menjadi Best-Seller di Spanyol dan Amerika selatan. Bahkan novel ini akan dimunculkan dalam versi film. Tahun 2012, "Le philosophe qui n'était pas sage" lagi-lagi menjadi bahan pembiacaraan orang dan diterjemahkan kedalam banyak bahasa.


cr : www.laurentgounnelle.com

Wednesday, February 4, 2015

Telaga Sarangan, Magetan. "Cinque Terre-nya Indonesia"

Liburan singkat di bulan Januari diisi sama perjalanan nan singkat juga ke Jawa Timur. Berkat teman kami, Ria, yang tinggal di Ngawi, Jawa Timur, kami berkesempatan buat ke telaga ini.

Apa itu Cinque Terre? Dan Apa hubungannya sama telaga ini? Bagi yang belum tahu Cinque Terre itu nama desa di Italia, dia terkenal karena rumah-rumahnya yang warna-warni dan terletak mirip sama sarangan cuma berbatasan dengan pantai. Kalo kita lihat desa sarangan dari arah yang tepat kita bisa lihat bentuknya yang bersandar sama bukit dan berbatasan dengan air, ditambah  rumah-rumah (baca: penginapan) yang warna-warni, mirip sama Cinque Terre, Italia.







          Sebenernya kalo dari Jogja emang lebih deket lewat Tawangmangu. Tapi berhubung Ria udah mau berbaik hati menyembut kita di rumahnya jadi berangkatlah kita ke Ngawi. Eh, waktu mau ke Magetan ternyata barengan sama datengnya rombongan Pak Presiden Jokowi, jadi sempet kena keramaian gitu deh..anak kecil pake seragam pramuka bawa bendera dipinggir jala udah siap nyambut Pak Jokowi..wkwk unyunyaaaa~

          Tadinya nggak pernah kepikiran kalo Magetan itu daerah pegunungan eh ternyata iya. Dan udaranya (menurutku aja sih, atau emang iya?) lebih dingin dari Kaliurang. Sampai disana ternyata tempatnya rame. Emang udah jadi tempat tujuan wisata banget. Tapi bagusnya semua tarif disana dipukul rata, alias mau dimana aja sama. Buat atraksi, disana cuma ada speed boat (wajib coba), kuda sama penyewaan motor kecil gitu. Selebihnya mungkin buat yang suka sama air terjun bisa jalan ke air terjun Tirtosari.


Ada banyak penginapan di Sarangan. Nah kalo untuk yang satu ini harganya nggak pukul rata. Tetep ada bedanya..yang rame biasanya Hotel Indah bagian depan, karena viewnya ke telaga. Tapi ada kok pilihan yang lain. Kalo mau  dateng ramerame juga banyak kamar yang muat untuk 8 orang. Banyak orang jualan makanan dan baju disana.

Makanan khasnya yaitu sate kelinci (sebenernya lebih bisa dibilang, makanan kkhas pegunungan). Kalo mau beli sate mending diwarung pinggir jalan yang terbuka, maksudnya jangan beli di warung kayak burjo-an atau warteg. Harganya bisa 2 kali lipat. Sate diluar harganya 10rb/ 10 tusuk dan lontong 2rb = 12rb (mau kelinci mau ayam sama aja), kalo di dalam warung ayam  20 rb, kelinci 23 rb!!! Gilaaakkk!

Kalo malem ternyata masih rame kok di pinggir telaga itu. Kalo mau menu makanan yang lain selain sate, aku rekomendasiin Bakso pak Kromo, rasanya nggak terlalu istimewa, tapi cukup enak dan hargnya cuma 8rb. Ada juga ronde harganya 5rb/mangkok. Sedangkan tarif Speed Boat dibandrol 60rb/putaran. Tapi dijamin nagih! Ihihi....Yang mau naik kuda tarifnya 50rb/putaran. Sebelas-duabelas lah ya sama speed boat. Tapi itu sih harga standar kalo menurutku.



Dan sebenernya masih banyak yang bisa di eksplor. Disekitar sarangan aja masih ada Cemoro Sewu dengan tanaman strawberrynya, ada juga Telaga Wahyu, dll. Nggak ada salahnya spend waktu 3 hari buat santai an eksplor Sarangan. :)


Jogja-Sarangan :
·        Naik Bus arah Solo = 12 rb
·        Dari terminal, ambil bus ke tawangmangu = 12 rb
·        Naik angkutan ke serangan (kol/minibus) = +/- 20rb (kalo bisa tawar aja, soalnya nggak terlalu jauh)